Senin, 12 Februari 2024

New Day, New Hope

Bismillah... 

Dahulu saat pertama jadi seorang ibu adalah kondisi yang berat bagiku karena segala sesuatunya adalah hal yang baru, butuh penyesuaian dan adaptasi yang ekstrem. Hingga baby blues menghampiri ku.

Aku yang terbiasa sendiri menghadapi segala sesuatu, canggung untuk membuka perasaan menjadi terbuka tentang hal terdalam termasuk segala ketakutan terbesarku. Sehingga semua hal sebagian besar peran baruku kulakukan sendiri. 

Sekarang aku sudah memiliki 4 anak. Kerepotan fisik sudah semakin bisa kuhadapi, bisa dikatakan semakin ahli multitasking, meskipun keahlian itu berbarengan dengan vitalitas yang semakin menurun, menjadi grafik hasil lebih yang semakin menurun. 

Sejujurnya, ketakutan ku pada banyak hal semakin bertambah. Ditambah aku tidak punya tempat untuk meluahkan segala beban perasaan karena begitu banyaknya pertimbangan ku dalam mengungkapkan perasaan. Begitu overthinking terhadap situasi dan kondisi yang mungkin tidak tepat dan "collateral damage" yang timbul jika aku menjadi blak-blakan. Sebuah keputusan yang tak pernah kusesali. Bahwa berpikir sebelum mengungkapkan jauh lebih baik untuk situasi yang kuhadapi. Dunia introvert ku untuk urusan perasaan adalah jati diri. 

Anakku bertambah banyak, beban secara emosional semakin berkembang dan itu sungguh sangat melelahkan dan terkadang aku merasa sendirian, karena "bersama" dalam kesulitan ini tak menemukan solusi yang sesuai ekspektasi, jadi menjadi "sendirian" itu sendiri adalah solusi. Seperti de javu saat memiliki anak pertama, pada anak ke empat sebenarnya aku merasa kewalahan secara emosi.

Di usiaku yang ke 37 tahun ini tiba-tiba seperti tersadar pada kenyataan yang sudah lama ku tahu, bahwa dunia, semakin dikejar semakin jauh, begitupun berharap kepada makhluk semakin bergantung maka semakin  kecewa. Tersadar bahwa dulu saat hanya memiliki anak satu aku melewati pekerjaanku tanpa banyak berharap kepada pasangan, mengalir saja dengan diri sendiri dan rasanya jauh dari kekecewaan karena aku tak memiliki ekspektasi apapun, dengan begitu hari-hari ku dan hatiku jauh lebih tenang. Seharusnya begitu perasaanku saat ini. Harusnya berhenti berharap terhadap kebendaan maupun hal yang berkaitan dengan perasaan pada siapapun. Bukan hendak menjalani penderitaan tiada akhir dengan mencoba "sendiri", tapi membangun kekuatan "sendirian" sepertinya hal yang cocok untuk situasi ku. Dan kebijaksanaan berfikir ini seperti titik terang buatku, sebagai turning point untuk menerima keadaan dan belajar ikhlas. Mungkin terberatnya adalah mengadaptasi diri lagi untuk menerima keadaan, untuk melegakan perasaan dan membebaskan hati dari ketergantungan. 

Menjadi introvert ternyata adalah nikmat dari kepribadian yang Allah berikan  padaku, menyimpan banyak "rahasia" ternyata lebih menenangkan daripada banyak membicarakan nya. Banyak bicara sehari, menjadi ceria dan terbuka, ternyata membuatku lelah berhari-hari. Menjadi "gloomy" adalah diriku. Kemana saja aku selama ini? Memaksakan diri pada banyak hal yang membuatku sesak? 

Merubah karakter seseorang yang sudah terbentuk bertahun-tahun bukan hal yang mudah kecuali orang itu terbangun kesadarannya untuk berubah, karena keadaan yang mengharuskan beradaptasi. 

Mungkin benar usia 40 tahun adalah kedewasaan secara mental dan spiritual, menjadi lebih tenang dan terarah. Tapi bagiku seperti kembali ke setelan awal, default ☺. 

Ke-gloomy-an ternyata lebih cocok untukku. Jika aku berubah menjadi lebih diam, bukan berniat menghukum orang lain dengan kesunyian. Aku hanya mencari situasi yang lebih nyaman untuk diri sendiri.

Aku dengan segala pemikiran mendalam, aku yang suka pembicaraan serius, aku yang penuh perencanaan kerja yang sistematis dan terukur. Aku yang introvert dan perfeksionis yang kadang melelahkan. Aku yang sensitif dan penuh perasaan namun terkadang sadis; dengan diam pengabaian tak perduli; dan aku yang tak suka intonasi tinggi dan hiruk pikuk pertengkaran; meski itu kadang kulakukan saat jiwaku overload kelelahan; aku yang mudah bosan dengan rutinitas yang sama berulang-ulang. Aku yang paling suka kebersamaan keluarga meski hanya mengobrol dan melihat anak-anak bermain, sederhana. 

Aku perlu membangun sendiri dunia tenang dan bahagia ku, karena disana tempat aku pulang, dalam sendiri ku dengan segala ketergantungan ku pada Tuhan. Tempat ternyaman untuk perasaan ku pulang, Allah subhana wa ta'ala. 


Kamis, 25 Mei 2023

Hening

Aku tidak ingin mencintai siapapun
Aku tidak ingin membenci siapapun
Aku ingin berada di ruang hampa rasa
Mengambang 

Aku tidak ingin mengharap tentang apapun
Atau tidak ingin berharap pada siapapun
Aku hanya berusaha mengerti memahami meleburkan rasa hingga hilang

Hidup ku adalah pengorbanan
Nafasku adalah perjuangan
Tempat kembaliku adalah rumah hening bernama kematian
Karena perjalanan panjang sebelum ku pulang adalah kelelahan
Aku hanya tidur lelap dengan tenang.
Tanpa mimpi.


Selasa, 21 Maret 2023

Kesepian

Ku kira aku mulai mengalami nya lagi. Bukan soal tidak adanya orang orang di sekeliling ku. Tapi aku benar-benar merasa sendiri dari koneksi emosi dengan siapapun. Perasaan bosan dan jenuh dengan rutinitas yang ada dan tak ada teman untuk berbagi cerita mendalam tentang kehidupan dan hari2 yang kulakukan menambah panjang rasa sunyi. Semakin aku kesepian aku semakin menarik diri dan tidak percaya atau bergantung pada siapapun. Semakin sulit untuk membuka diri. Terkadang aku bisa menyiasati suasana hati dengan teori2 psikologi yang menghibur hati. Terkadang berhasil terkadang tidak. Aku hanya benar benar merasa tidak ada yg bisa menjadi soulmate sejati ku. Tapi disaat tertentu aku memang hanya perlu meluahkan rasa, melakukan sesuatu tanpa kejar target dan mengukur kemampuan diri. Aku bukan pribadi yang harus menyempurnakan segala kegiatan sendiri. Terlalu banyak bicara bisa melelahkan diriku sementara aku tidak mendapatkan timbal balik yang sepadan. Belajar untuk melegakan hati dari banyak berharap.

Kamis, 05 Agustus 2021

move on

hidup harus terus maju
masa lalu sudah berlalu
tiada yang dapat kau bawa selain pembelajaran
rasa sakit harus dilupakan tapi pelajarannya harus tetap diingat
bening kan hatimu untuk melangkah ke depan
melelahkan melihat ke belakang dengan tatapan luka
seolah kau mengurung hatimu dalam kenangan.
coba pikirkan dengan hati terbuka
jika didapatkan yang diinginkan,
akankah kebahagiaan dalam angan-angan itu sesuai harapan?
jika sesuai impian dengan kenyataan, maka engkau berbahagia.
namun jika "jauh panggang dari api" tidakkah kau terluka oleh fakta?
semua angan-anganmu hanya indah dipermukaan
seperti fatamorgana, nyata tapi tak tergenggam
jadi... hiduplah di dunia nyata
jadikan hatimu merdeka
hati yang merdeka dari tekanan nafsu dunia
beralih menjadi hati tunduk menghamba pada Pencipta
Al Wala' Wal Bara'
bahagia...sederhana...
sedikitkan keinginanmu pada dunia
luaskan harapanmu padaNya
banyak mengingatNya ketenangan didapatkan
kebahagiaan pun menjelang


bagi para pejuang kebenaran
kebahagiaan itu sering bukan pada saat kesenangan
karena seringnya kesenangan melalaikan, fitrah
ketika kesulitan datang
merintih mengadu pada Allah
jalan para pejuang itu tak pernah mudah
namun kebahagiaan hati menyertai mereka disela-sela kesulitan
meski bara api tergenggam
namun nikmat ketaatan menjadi pelepas duka
berharap kelak dahaga terpuaskan oleh mata air surga.

wahai diri,
seberapa banyak ilmu yang sudah jadi amalan?
seberapa tinggi pengetahuan yang sudah memberi manfaat?
seberapa besar arti kehadiranmu bagi umat?
sudahkah ucapan cinta menjadi perbuatan?

mengaku cinta Allah tapi perbuatan bertolak belakang
mengaku cinta Rasulullah tapi sunnah-sunnahnya diabaikan
mengaku cinta saudara seiman tapi perbedaan dikedepankan
membatukan hati jika berbeda pemahaman
bernafsu mencari pembenaran,
melengah dari kebenaran
lalu sibuk membuat aturan-aturan untuk dibenarkan.

Ya Allah...
kenapa kita tak meluruskan kesalahan
membuka mata, hati dan pikiran
mencari keberanan sembari saling mengingatkan
memperbaiki akhlak, menjalankan sunnah
berusaha sami'na wa atho'na semampu kita
agar tak sia-sia apa yang diperbuat
sehingga cinta Allah tercapai dan cinta manusia mengikuti


jangan kecewa para pendakwah
jika manusia menghinamu berharaplah Allah memuliakanmu
sudah berlalu para penyampai kebenaran sebelum dirimu
lebih tangguh keimanan mereka maka semakin berat cobaan menerpa
ingatlah, hanya tentangan manusia yang kalian hadapi
bukan murka Allah!
maka jangan bersedih hati, jangan melemah, jangan berharap simpati para pencela
sepanjang Allah cinta, itulah penghiburan hati yang tertinggi
sejarah telah menceritakan..
sejak permulaannya sudah ada para penolak kebenaran
mereka berani mencela tuhan, menganggapNya tak ada
padahal setiap sepersekian detik tak bisa mereka hidup tanpa rahmatNya
mereka mendustakan para nabi bahkan membunuhnya.
lalu para ulama-ulama setelah itu...
apalagi hanya ..
sedikit ilmu yang bisa dibagi, jika dibarengi kesabaran hati saat tersakiti
bukankah berlipat ganda nikmat pahala dariNya
sabarlah sebentar... sulit itu tak akan lama
jika di depan kematian menjelang
sekali tarikan napas perpisahan
maka dunia dan para pencela akan ditinggalkan.

Jumat, 26 Februari 2021

My lonely journey

Terkadang, sepi terasa menggigit 
Saat masalah mengambang di udara dan menyesakkan dada.
Kesunyian mampu meluruhkan air mata sebagai saksi lemahnya jiwa menanggung duka.
Tapi kenapa, kesendirian itu tetap diharapkan? Tetap diinginkan sebagai pelampiasan untuk peroleh ketenangan.
Saat sendiri setiap pertanyaan menemukan perenungan yang dalam
Menggali kebijaksanaan diri untuk belajar menerima
Kesedihan, kesulitan dan segala permasalahan adalah bagian dari takdir diri.
Semua memiliki waktunya
Ada permulaan dan akhir
Baik untuk kesedihan ataupun bahagia.
Yang paling kau butuhkan adalah kesabaran untuk melewati setiap momentum nya 
Tanpa cela, hanya lihat dan terima
Buka hati untuk meresapi rasa sakit itu
Menghayati nya perlahan tanpa perlawanan
Biarkan jiwamu menjadi kuat dalam kesendirian.

Minggu, 09 Agustus 2020

Memahami Sepotong Hati

Intro:
Suatu ketika seorang ibu melahirkan anak perempuan untuk ke sekian kalinya. Di suatu sesi kunjungan, rombongan tamu datang membesuk untuk memberi ucapan selamat dan berbagi kebahagiaan saat melihat bayi mungil. Lalu, diantara cengkrama singkat itu terlontar sebuah candaan lumrah.. "wah.. perempuan lagi nih, anda belum beruntung, silahkan coba lagi" canda seorang tamu. Dalam sepersekian detik seketika wajah si ibu berubah, lalu disamarkannya dengan senyuman sembari balas menjawab "iya nih.. belum juga dikasih jagoan". Lalu, dipandangnya sang buah hati sembari diam-diam hatinya menggugat.

 

Begitulah keseharian kita, mungkin sebagian orang beranggapan ucapan-ucapan itu hal biasa sebagai gurauan yang lumrah. Tapi segala sesuatu perlu membaca situasi dan kondisi nya, melatih rasa sensitif untuk membaca hati lawan bicara kita. Apakah dia pada level yang sama untuk memahami pembicaraan kita. 

Dalam situasi ini bisa jadi kita membuat si ibu kufur nikmat tanpa kita sadari, ucapan itu membangun rasa tidak puasnya atas rejeki dari Allah, bahwa kehadiran seorang anak bukan hanya sebuah keberuntungan, tapi jauh lebih dari itu, anak adalah berkah yang luar biasa karena mendidiknya adalah ibadah dan kesolehan pribadinya menjadi harapan untuk bekal akhirat kita.sehingga tidak semudah itu kita mengabaikan rasa seorang ibu, yang bisa jadi dia telah bersusah payah belajar menerima bayi yang dilahirkannya.  Bagaimana dia berjuang untuk ikhlas dengan takdir Allah dan menetapkan hati bahwa ketetapan Allah yang terbaik baginya, di atas segala tuntutan banyak pihak.

Ditambah lagi, ibu yang baru saja melahirkan sedang mengalami perubahan emosi yang tidak stabil karena perubahan hormon pasca melahirkan, jika lingkungan mendukung mungkin dia akan merasa nyaman dan cepat pulih dari kelelahan pasca melahirkan tapi bagaimana dengan ibu ibu yang memiliki tanggung jawab yang tak tergantikan? anak-anak yang tidak mau didelegasikan ke suami, atau suami yang dituntut tanggung jawab lain sehingga tidak bisa maksimal mendampingi istri untuk memberikan perhatian dan dukungan. Terlebih lagi jika si ibu orang tua tunggal, maka bertambah beban fisik dan mentalnya. Itu sungguh tidak mudah.

Ibu dengan beban mental berpotensi mengalami babyblues sindrom, rasa tidak berharga dan dihargai, merasa sendiri bahkan yang terparah bisa menyakiti diri sendiri bahkan sang bayi. Jika anda seorang yang berhasil melalui persalinan tanpa mengalami ini, maka bersyukurlah dan belajarlah berempati. Bahwa kondisi ini nyata.

Tapi sering kali si ibu merasa tabu untuk membicarakan kelelahan hatinya, mungkin takut dianggap berlebihan atau takut diremehkan karena dianggap tidak siap menjadi seorang ibu. 

Yang dibutuhkan nya adalah teman untuk membantunya berbagi, melepaskan penat hati, sekurang-kurangnya ucapan yang memotivasi dan membangun rasa percaya diri.

Sebagaimana memahami pasangan, menjadi seorang ibu ataupun ayah yang baik adalah proses seumur hidup. 
 
Wallahu'alam

Kamis, 30 Juli 2020

Kembali Memahami

Kualitas mu yang sesungguhnya tidak ditentukan oleh penilaian orang. 

Kualitas mu ditentukan dari bagaimana kamu berjuang menjaga ibadah mu menjadi amalan rahasia sehingga kamu mencapai ikhlas yang dengannya mendekatkanmu padaNya. 

Seringkali keluarga tidak memberi mu kebahagiaan sejati karena memang bukan mereka yang mampu menciptakan itu semua karena hanya hubungan terbaik mu dengan pencipta yang memuluskan langkah mu untuk bahagia.

Ya..... apresiasi positif, ungkapan terimakasih adalah timbal balik yang kamu harapkan dari hubunganmu dengan sesama, dan itu sangat manusiawi. 

Tapi jika keinginan mu untuk diakui itu mempengaruhi seluruh emosi dan fikiranmu maka kamu terjebak dalam halusinasi kosong yang mengosongkan nilai kebaikanmu disisiNya.

Beribadah tanpa pahala membuat mu akan sulit bahagia atas pencapaian positif yang sudah kamu lakukan.

Maka sebelum melakukan kebaikan berdoalah, lalu abaikan penglihatan manusia agar kamu merasa kesucian ibadah terbaikmu hanya untukNya.

Merahasiakan kebaikan memungkinkan mu meminimkan rasa kecewa, ada dan tiada tak terlalu menggoyangkan emosi jiwa.